Judul tersebut merupakan pertanyaan yang sampai sekarang masih menghantui pikiran terutama pendidik sebagai garda terdepan dalam pendidikan di Indonesia.
Ada beberapa acuan/dasar yang telah kita ketahui bersama yang menjadi latar belakang adanya perubahan kurikulum bagi dunia pendidikan. Salah satunya adalah karena dunia terus berkembang dan berjalan dalam ilmu, teknologi, informasi yang bergerak secara pesat. Pendidikan selalu identik dengan menjadikan manusia untuk mandiri dan melakukan perbaikan/perubahan.
Sebagaimana yang terjadi di Indonesia, setiap periode tertentu dunia pendidikan selalu dituntut beradaptasi akan perubahan sistem pendidikan. Secara umum perubahan kurikulum juga disesuaikan dengan adanya perubahan kondisi politik, sosial, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berkembang di masyarakat. Kurikulum terus berganti disesuaikan dengan tantangan yang dihadapi saat ini maupun di masa depan. Berbagai kebijakan yang terstruktur dan rumit harus dijalankan, agar dapat diterapkan di sekolah-sekolah, sehingga murid atau generasi muda bisa bersiap hidup mandiri di masa mendatang.
Masih jelas di ingatan kurikulum terakhir yaitu K-13 diterapkan menggantikan KTSP (kurikulum 2006). Ciri umum dari K-13 berfokus pada capaian pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ditujukan pada sarana pengembangan sikap dan budi pekerti peserta didik. Beberapa materi pembelajaran disusun sedemikian rupa untuk menciptakan suasana belajar yang komprehensif dan terintegrasi satu sama lain untuk membentuk karakter yang sesuai ideologi Pancasila. Perjalanan dan perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia tentunya belum tuntas, dengan adanya berbagai upaya perbaikan dan faktor, kurikulum 2013 kemudian digantikan dengan program Merdeka Belajar.
adanya kebijakan program Merdeka Belajar juga cukup
fleksibel dan sesuai di saat kondisi pandemi Covid-19 terjadi, sehingga
pembelajaran pun dapat berlangsung dengan tetap kondusif. Akibat dari adanya
program Merdeka Belajar, siswa didorong untuk lebih merdeka dalam belajar ialah
mengubah perspektif pembelajaran. Di mana mulanya kegiatan pembelajaran di
Indonesia lebih berpusat pada guru, kemudian lebih berpusat kepada siswa.
Program Merdeka Belajar menjadi suatu kebijakan yang dianggap transformatif di dunia pendidikan, tentu ada berbagai perubahan akan dirasakan oleh guru. Perubahan yang dirasakan guru ini menghadapkannya pada berbagai kendala yang perlu diatasi dengan baik.
Belum lagi timbul pertanyaannya, apakah sekolah
dan guru memiliki waktu yang cukup dalam beradaptasi dengan kurikulum baru.
Saat ini yang terjadi, sekolah-sekolah cenderung memaksakan untuk menerapkan
kurikulum baru demi citra sekolah. Sekolah seolah memiliki pride lebih
jika mencantumkan telah menerapkan Kurikulum Merdeka plus menjadi Sekolah
Penggerak dengan sebagian besar guru telah menjadi Guru Penggerak.
Persoalan lainnya, skill guru dalam menguasai
kebutuhan belajar di era digital. Contoh sederhana, membuat presentasi mengajar
yang menarik. Menggunakan komputer atau laptop saja mungkin baru digunakan
dalam dua tahun terakhir selama pandemi Covid-19, apalagi untuk membuat
presentasi yang menarik mata para siswanya. Selama ini, guru selalu terpaku
menjelaskan materi di papan tulis. Bukan bagaimana menyiapkan diri untuk
mengajar daring ataupun berinovasi dengan media pembelajaran yang bisa membuat
siswa untuk lebih tertarik dalam belajarnya.
Padahal, untuk melaksanakan merdeka belajar guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dengan melibatkan berbagai media atau model pembelajaran yang mendorong siswa. Kompetensi yang masih minim ini juga menjadi kendala guru dapat menjalankan merdeka belajar dengan cepat. tidak hanya itu, guru-guru juga harus aktif dan update terkait isu-isu terkini agar bisa menjadi inspirasi siswa dalam membuat proyeknya. Guru juga dituntut untuk kreatif dalam proses pembelajaran sehingga siswa merasa dilibatkan dan minat-bakatnya pun tersalurkan.
Tantangan dan tuntutan ini justru kemudian dianggap
menjadi beban bagi guru yang selama ini sudah berada di zona nyaman dalam
pembelajaran. Guru cenderung ‘malas’ untuk belajar lagi, baik dalam hal
mengembangkan pengetahuannya, belajar media digital hingga sekadar membaca
berita terkait kasus-kasus terkini yang bisa menjadi bahan mengajar tambahan
untuk siswa.
Kurikulum
Merdeka memang sangat menjanjikan. Kurikulum Merdeka juga bisa mengembangkan
minat dan bakat siswa. Kurikulum Merdeka juga menantang guru untuk ke luar dari
zona nyaman. Tinggal bagaimana pelaksanaannya di lapangan yang akan menentukan
hasil akhirnya. Kita mau maju atau tetap diam di tempat.
Dari coretan
ini mungkin bisa menbangunkan niat rekan rekan pendidik untuk terus bergerak
bukan karena adanya perubahan kurikulum tetapi karena niat kita untuk
menyiapkan generasi Indonesia yang bisa bertahan dengan kemampuan mereka
sendiri di tengah adanya perubahan zaman.
Salah satu yang
dapat kita lakukan dan banyak dilupakan adalah ”belajar sepanjang hayat”. Banyak pendidik tidak mau belajar dengan
berbagai alasan yang mungkin memang benar kenyataannya, tetapi yang perlu
diingat adalah Pendidikan di Indonesia berakar dari ajaran Ki Hajar Dewantara
dengan semboyan ‘Ing Ngarso sung
tuludho, Ing madya mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Jangan lah kita
menjadi seorang pendidik yang hanya bisa memberikan nasehat kepada siswa untuk
belajar tetapi kita sendiri tidak mau untuk belajar.
Mari kita menjadi salah satu bagian dari transformasi Pendidikan di Indonesia.